Esposin, KLATEN -- Saya Raisya Nur Rohmah, siswi Kelas X Kecantikan 1, SMK Negeri 3 Klaten. Saya merupakan seorang penghayat di Paguyuban Sapta Darma.
Sebagian besar orang memiliki pandangan bahwa saya dan keluarga adalah seorang kafir. Saya memahami itu, dan tidak mempersalahkannya.
Saya memutuskan menjadi seorang penghayat sejak duduk di bangku kelas 3 SMP. Singkat cerita, saya menganut kepercayaan ini mengikuti orang tua yang diwarisi dari “simbah” (kakek- nenek keluarga ibu).
Saya sering mengikuti acara di kepercayaan tersebut seperti sanggaran dan penggalian remaja yang tujuanya peningkatan rohani kaum remaja.
Awalnya, saya hanya mengikuti gerakan ibadahnya, belajar melafalkan doa, hingga mempelajari ajaran inti Sapta Darma yang disebut wewarah pitu.
Wewarah tujuh yang berarti ‘tujuh kewajiban suci’ merupakan pedoman hidup yang harus dijalankan oleh setiap penganut Sapta Darma.
Secara umum, isi wewarah tujuh adalah setia dan tawakal kepada Pancasila Allah. Mengartikan bahwa Tuhan menpunyai lima sifat luhur yang mutlak, bersedia menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negaranya, serta turut serta membela nusa dan bangsa.
Ada juga ajaran menolong siapa saja tanpa pamrih, berani hidup berdasarkan kekuatan dan kepercayaan diri sendiri, bersikap susila dan berbudi pekerti dalam lingkungan keluarga dan Masyarakat, meyakini bahwa dunia tidak abadi dan selalu berubah.
Seperti agama Islam yang menjalankan salat di masjid, Kristen, dan Katolik beribadah di gereja, Hindu beribadah di Pura, Budha beribadah di vihara, dan Konghucu di Klenteng.
Aliran kepercayaan juga memiliki tempat ibadah yang disebut dengan sanggar. Sanggar dipimpin oleh seorang tuntunan dengan tanggung jawab membina kerohanian
Ibadah utama yang wajib dilakukan penghayat Sapta Darma adalah sujud, sanggaran, dan penggalian. Sujud adalah ibadah paling utama yang dilakukan minimal sekali sehari,
Sanggaran merupakan kewajiban warga sapta darma yang diadakan pada hari tertentu, diberikan pengarahan dari tuntunan dan memupuk ilmu.
Sedangkan Penggalian adalah peningkatan mutu rohani para warga sapta darma dan tuntunan untuk menyempurnakan pengabdiannya demi menyempurnakan pengabdiannya kepada Hyang Maha Kuasa dan kepada sesama umat.
Tujuannya membentuk satria utama yang berbudi luhur, berkepribadian, dan berkewaspadaan yang tinggi agar dapat memayu hayu bahagianya buwana yaitu laku menunju keselamatan dan kebahagiaan hidup.
Tata cara manembah (ibadah) Sapta Darma adalah sujud ke arah timur, duduk bersila untuk laki-laki, duduk timpuh untuk perempuan, dan melipat tangan di dada.
Ritual itu dilakukan dengan memejam mata, sambil merasakan keluar masuknya nafas dan rasa-rasa yang semanyam di tubuh dan menghilangkan semua gagasan/angan angan.
Ibadah ini dilakukan minimal satu kali dalam sehari, di waktu dan durasi yang ditentukan sendiri-sendiri oleh tiap orang di jam ganjil.
Artinya, saat itu tidak ada kesibukan atau kepentingan lain karena di dalam sujud memerlukan ketenangan dan kesabaran serta keikhlasan.
Tuhan dalam ajaran Sapta Darma disebut Allah Hyang Maha Kuasa, yaitu zat yang mutlak, bebas dari segala hubungan sebab akibat dan sumber dari alam semesta beserta isinya.
Allah Hyang Maha Kuasa memiliki lima sifat luhur yang disebut Pancasila Allah, yaitu Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, dan Maha Langgeng.
Tidak Mudah
Menjadi kaum minoritas tidaklah mudah. Tidak jarang kami mendapatkan diskriminasi. Dianggap sebagai pemuja setan sudah biasa.
Saya dan keluarga berusaha menjelaskan ajaran kami tidak sesat. Akan tetapi, penjelasan kami selalu dibantah.
Pada waktu pengambilan foto ijazah SMP. Saya minta kebijakan untuk tidak memakai jilbab. Permintaan saya ditanggapi keras oleh guru dengan mengatakan bahwa ajaran saya adalah sesat.
Tidak jauh berbeda, adik saya mengalami hal serupa. Adik saya pernah takut masuk sekolah karena diolok-olok tidak dapat menjawab pertanyaan pada waktu Pelajaran Agama Islam.
Adik saja mendapat perlakuan kurang menyenangkan karena ditinggal semua temannya dari kelas. Adik saya menjadi tidak percaya diri dan tidak mau mengikuti pelajaran Agama Islam lagi.
Perlu diketahui, meskipun kami penghayat, waktu duduk di bangku SMP, kami mengikuti pelajaran Agama Islam.
Aku bersyukur, kini sekolahku, yakni SMK Negeri 3 Klaten memberiku fasilitas pembelajaran meskipun aku satu-satunya peserta didik penghayat di sekolah.
Aku mendapat hakku sebagai seorang pelajar, yakni mendapat fasilitas ruang belajar, buku pedoman siswa, dan guru.
Sekarang ini, aku diperlakukan sama dalam kegiatan pembelajaran. Aku mendapat teman yang tidak mempermasalahkan statusku sebagai penghayat. Aku bisa belajar dengan nyaman dan percaya diri.
Aku semakin memantapkan diri sebagai seorang penghayat karena kini dianggap setara statusnya dengan warga negara lain di Indonesia, sejak dirilisnya putusan Mahkamah Konsitusi nomor 97/PUU-XIV/2016.
Aku yakin di dunia ini hanya ada satu Tuhan dan tentunya semua manusia atau semua yang tercipta di dunia ini diciptakan oleh satu Tuhan.
Hanya jalan kita saja yang berbeda, saling menghormati dan menghargai adalah pilihan tepat. Mari kita nyalakan nilai-nilai toleransi sebagai akar persatuan bangsa.